---
Di tengah teriknya matahari, Boim
jalan-jalan seorang diri dengan riang gembira. Bibirnya seakan tidak lelah
untuk selalu tersenyum. Saking lincahnya, rambut Boim yang mirip duri landak itu
bergoyang naik turun mengikuti irama hentakan kaki Boim yang juga diiringi
gerakan perutnya yang buncit.
“Andi!
Farel!” teriak Boim sambil berlari menghampiri kedua sahabatnya. “Kalian mau
kemana, nih? Ikut dong!”
“Kami
mau ke rumahmu, Im,” balas Andi bersemangat. “Seminggu lagi, kan ulang tahunmu.
Bukankah biasanya kamu menyelenggarakan pesta besar-besaran setiap tahun?”
“Tentu
saja,” sahut Boim sombong.
“Omong-omong,
tema tahun ini apa, Im? Tema dua tahun yang lalu, kan Tropical Fruit dan teman
setahun yang lalu Veggie Land. Tema tahun ini harus lebih cetar dong...” balas
Farel.
“Pasti
dong!” kilah Boim tidak kalah sombong dari sebelumnya. “Tema tahun ini...”
“Boim!
Andi! Farel!” sapa Roni.
Boim,
Andi, dan Farel yang sedang asyik mengobrol serempak menoleh ke arah Roni yang
dengan semangat berlari kearah mereka.
“Hai
Roni!” sapa Boim penuh semangat. “Kamu sudah tau apa belum tentang pesta ulang
tahunku? Eh iya, kamu mau kemana sih? Kok sepertinya buru-buru sekali?”
“Aku
belum tau nih tentang pestamu,” jawab Roni. “Sebenarnya, aku mau mencari makan
siang. Soalnya, Ibu tidak sempat memasak. Omong-omong, kalian lagi ngapain nih?
Kuperhatikan dari kejauhan, seperti sedang diskusi penting saja,” celetuknya.
“Kami
lagi membahas ulang tahun Boim, Ron,” jawab Andi.
“Hei!
Kalian lapar?” tanya Boim. Andi, Farel, dan Roni saling berpandangan kemudian
mengangguk pelan. “Kalau begitu, bagaimana kalau kutraktir makan siang?
Anggaplah ini sebagai permulaan dari pestaku. Dengan begini, kalian bisa tau
tema pestaku tahun ini.”
“Wah...
boleh juga tuh!” sahut Farel senang.
Boim
melangkah mantap dengan gaya sok bos menuju jalan raya diikuti Andi, Farel, dan
Roni di belakangnya. Ketiga bocah itu, Andi, Farel, dan Roni terlihat tidak
sabar mengetahui kemana Boim mengajak mereka makan siang, termasuk tentang tema
pesta Boim yang selalu sukses membuat mereka kekenyangan setiap tahun saking
banyaknya makanan yang dihidangkan. Langkah Boim terhenti di depan tenda bakso
Mang Jono yang sudah sering ia kunjungi.
“Mang
Jono!” sapa Boim sambil duduk di salah satu deretan kursi kayu yang masih
kosong diikui ketiga sahabatnya. “Pesan bakso empat mangkok, yang ekstra banyak
ya!”
“Siap!”
sahut Mang Jono bersemangat. Beliau meracik empat mangkuk bakso dengan sangat
lincah, bersemangat, dan cekatan. Kedua tangannya bergerak lincah, yang kanan
sibuk meramu bumbu-bumbu dan menuangkan mie kuning serta bihun ke dalam sementara
tangan kirinya sibuk mengaduk-aduk kuah bakso yang mengepul semakin lebat dan
membuat perut Andi keroncongan.
“Kalau
masih kurang, tambah saja sesuka kalian!” celoteh Boim sombong.
“Kalau
mau tambah, silahkan! Sekalian sama gerobaknya juga boleh!” celetuk Mang Jono
sambil meracik empat mangkuk bakso yang terlihat begitu penuh. “Silahkan!”
Mang
Jono meletakan empat mangkuk bakso di atas meja, begitu pula dengan empat gelas
air mineral. Tanpa berpikir panjang, Boim, Andi, dan Farel langsung menyantap
bakso tersebut dengan lahap. Berbeda dengan ketiga sahabatnya, Roni hanya diam
mematung dengan bibir mencibir dan kedua mata yang memandang rendah semangkuk
bakso yang ada di hadapannya.
“Kenapa
kamu tidak makan, Ron? Katanya lapar?” tanya Boim heran dengan mulut penuh
bakso dan potongan mi kuning di sekitar mulutnya yang semakin semangat
mengunyah. “Tidak jadi lapar?”
“Bukannya
gitu,” sanggah Roni. “Aku, kan tidak suka bakso.”
“Ha?”
ujar Andi. “Bakso itu, kan enak. Masa’ kamu tidak suka. Rugi tau!”
“Ya...
mau bagaimana lagi. Namanya juga tidak suka. Sudah ya. Aku cari makan dulu,”
jawab Roni agak kesal dengan ucapan Andi kemudian berlari pergi meninggalkan
tenda bakso Mang Jono.
“Andi
sih... pake ngomong kayak begitu,” sambar Farel. “Kan, kasihan Roni. Kamu, sih
tidak mengerti perasaannya.” Andi hanya mengangkat bahu sambil memasukan
potongan-potongan bakso yang begitu menggoda kedalam mulutnya. “Oh iya! Boim,
jangan-jangan... tema pestamu itu ada hubungannya dengan daging, ya?” tebak
Farel dengan gaya sok detektif.
“Betul
sekali!” balas Boim. “Temanya adalah Beef Party! Segala macam makanan olahan
daging akan ada disana! Jangan lupa datang ya!”
“Tunggu!”
ujar Farel. “Roni tidak suka bakso. Itu berarti dia tidak suka daging sapi yang
menjadi bahan dasar bakso. Iya, kan?”
“Siapa tau... yang membuatnya tidak suka itu
bihunnya atau mi kuningnya. Kan belum tentu bakso yang membuatnya tidak suka,”
bantah Andi.
“Andi,
apa kamu lupa? Roni sangat suka mi ayam. Tidak mungkin dia tidak suka mi
kuning. Lagipula, ibunya sering memasak bihun pedas. Kalau memang Roni tidak
suka bihun, ibunya tidak mungkin memasak bihun pedas sesering itu,” sanggah
Farel.
“Benar juga kamu, Rel!” balas Boim.
“Yah... mau bagaimana lagi. Kalau memang Roni tidak suka daging, kita tidak
bisa berbuat apa-apa.” Andi dan Farel mengangguk bersamaan.
Hari
yang ditunggu-tunggu Boim telah tiba. Rumahnya yang besar nan mewah dipenuhi
para tamu yang bergantian mengucapkan selamat dan curahan doa-doa baik
kepadanya. Andi dan Farel sudah datang dengan kedua orang tua mereka yang kini
sedang berbincang-bincang dengan kedua orang tua Boim sementara Andi dan Farel
sibuk mencicipi berbagai macam hidangan yang mengundang nafsu mereka.
Setelah
menunggu selama satu setengah jam, akhirna Roni datang dengan sekotak hadiah
besar yang langsung ia berikan kepada Boim. “Ng.. Roni... masalah bakso itu...”
“Kenapa?”
tanya Roni sambil mengambil beberapa potong daging sapi panggang dan mulai
menyantapnya dengan saus bawang. Boim, Andi, dan Farel sama-sama terbelak
melihatnya. “Kalian kenapa, sih? Kenapa melihatku seperti itu?” Boim, Andi, dan
Farel hanya menggeleng pelan sementara Roni sibuk mencicipi hidangan lain
seperti sosis bakar, kornet telur goreng, dan tumis daging dengan paprika.
“Roni
kok sekarang suka daging? Padahal seminggu yang lalu ia kelihatan benar-benar tidak
suka dengan yang namanya bakso,” ujar Andi. Boim dan Farel hanya menggeleng
pelan.
Jumlah kata : 897 kata ditambah 2 kata dari judul, menggunakan kata 'kemudian' dua kali, dan tidak menggunakan kata 'lalu', 'lantas', dan 'terus'.
0 komentar:
Posting Komentar