Cinta itu
abstrak. Cinta itu tak tampak, tapi ia bisa menjelma, menjadi apa saja
Kenangan,
angan-angan, selamanya tersimpan, tak lekang oleh zaman.
Aku punya teman
kuliah, inisialnya A. Aku pertama kali bertemu dengannya ketika selepas solat
Dzuhur di Masjid Salman. Satu hal pada dirinya yang menarik perhatianku adalah jam
tangan yang dikenakan di pergelangan tangan kirinya. Berbandul bulat mungil
berwarna keemasan dengan stripe kulit
berwarna cokelat nan elegan. Jam tangan itu sangat pas dengan kepribadiannya
yang anggun dan santun. Sempat aku meminjam jam itu kemudian mencobanya di pergelangan
tangan kiriku, bagus sekali. Aku pun menyukainya.
Belum lama ini,
aku dan A mengikuti suatu kegiatan di Kampus Ganesha hingga larut sore. Jam itu
dipakai olehnya, seperti biasanya. Ketika langit semakin gelap dan waktu hampir
menunjukkan pukul enam, kami memutuskan menunggu adzan Maghrib di Masjid
Salman. Ketika adzan berkumandang, kami bergegas wudhu dan menempati saf yang
masih kosong. Ketika A meletakkan tasnya di samping tasku, dia baru ingat bahwa
jam tangannya tertinggal di tempat wudhu. Buru-buru dia kembali ke tempat wudhu
untuk mengambilnya. Padahal belum sampai lima menit dia pergi dari tempat itu,
jam tangannya sudah tidak ada di tempat dia meletakannya. Aku menyarankannya untuk
mencari lagi, dan ternyata memang tidak ada. Anehnya, di samping tempat A
meletakkan kacamatanya, ada kacamata yang tertinggal dan belum juga diambil
oleh pemiliknya, dan kacamata itu masih di sana. Sementara jam tangan A? Entah
sudah dimana.
Seusai solat,
kami memutuskan untuk pergi ke kantor barang hilang dekat kantin masjid. Kami
memeriksa setiap barang dalam lemari kaca. Begitu banyak jam tangan yang tertinggal
tersimpan di sana. Ada juga beberapa jam yang mirip dengan jam tangannya, namun
tidak ada jam tangan miliknya di sana. Ternyata, barang yang baru saja hilang
belum dimasukkan ke dalam lemari dan masih didata oleh petugas kantor, karena
itu barang-barang yang baru saja hilang masih ada di atas meja. Sayangnya, jam
tangan yang kami cari tidak ada diantara barang-barang yang kehilangan
pemiliknya itu. Jam tangan A benar-benar hilang!
A bingung, dia
masih tidak percaya jam tangannya hilang begitu saja. Kenapa harus jam
tangannya, begitu pikirnya. Karena penasaran, akhirnya aku bertanya, berapa
harga jam tangan itu karena sepertinya begitu berat baginya kehilangan benda
mungil itu. “Bukan masalah harganya, Sih,” ucapnya. “Tapi historinya.” Dia
bercerita bahwa kakak laki-laki satu-satunya waktu itu mendapatkan kesempatan training di Jepang. Dari situ kakaknya
mendapatkan uang bonus yang kemudian digunakan untuk membeli jam tangan yang
sangat berharga itu. Aku meng-oh. Beberapa kali A memang pernah menceritakan
tentang kakaknya. Sebagian besar tentang bagaimana mereka tidak pernah akur
karena kepribadian mereka yang sangat bertolak belakang. Meskipun begitu, aku
selalu berpikir bahwa kakaknya pastilah orang yang sangat baik dan begitu sayang
kepada adik perempuan satu-satunya, dan ternyata memang benar adanya. Sebuah
cerita yang sangat manis dan romantis, menurutku. Pantas saja A benar-benar
tidak bisa dengan mudah merelakan jam tangannya. Aku menyarankan padanya untuk
kembali lagi ke kantor barang hilang besok, siapa tau ada seseorang yang
menemukan jam tangannya dan karena tidak tau harus dikemanakan akhirnya dibawa
pergi. Ya, selalu ada banyak kemungkinan. Dan tidak ada salahnya juga terus
mencoba.
**
Beberapa hari
sejak kejadian itu, aku dan A, juga beberapa teman yang lain makan siang di
kantin sembari menunggu jam mata kuliah selanjutnya. Dia duduk di sampingku dan
seperti menyembunyikan sesuatu di dalam tasnya. Beberapa hari sebelumnya dia
menceritakan padaku bahwa dia tetap tidak menemukan jam tangannya dan dia
mengatakan pergelangan tangannya terasa sangat aneh karena biasanya jam tangan
mungil itu ada di sana, dan sekarang tidak.
Ketika
teman-teman yang lain sibuk dengan makan siang mereka, aku yang hanya memesan
beberapa potong buah menyadari gerak geriknya. Sebuah kotak yang cukup besar,
dibungkus rapi dan sepertinya baru saja diantarkan pak pos pagi ini. A sadar
aku memperhatikannya, tapi dia tetap membuka kotak itu diam-diam. Sebuah kotak
jam, berisi jam digital berbandul kotak dengan stripe biru muda. Satu per satu temanku yang lain mulai sadar
dengan keanehan itu.
Awalnya kupikir
jam tangan itu dari kakaknya, kupikir dia menceritakan kehilangan itu dan
kakaknya membelikannya jam baru. “Tidak lah, bahaya kalau dia sampai tau jam
tangan itu hilang,” ujarnya. Setelah didesak oleh kami untuk menceritakan darimana
jam tangan itu akhirnya A mau cerita.
Sejak kehilangan
itu, A ngechat temannya di Surabaya
bahwa dia menginginkan sesuatu kemudian mengirimkan foto jam tangan yang kini
menghiasi pergelangan tangan kirinya. A pun tidak percaya bahwa temannya itu
akan benar-benar membelikannya jam tangan yang diinginkannya dan mengirimnya
jauh-jauh ke Bandung.
Jam tangan, benda
mungil yang menyimpan sesuatu yang besar. Cinta, sejarah, kenangan, dan
harapan. Ada orang yang mengungkapkan cintanya dengan sekotak jam tangan, ada
yang memberi sekotak jam tangan sebagai hadiah perpisahan dengan harapan akan
bertemu lagi, ada yang bertahun-tahun menyimpan jam tangan yang sudah rusak
demi menjaga histori yang tersimpan di dalamnya, dan ada pula yang memberi
sekotak jam tangan kepada orang terkasih dengan harapan akan selalu dikenang. Tidak
perlu dicintai, dikenang saja sudah cukup.
Kepada siapapun
yang pernah mendapat hadiah sekotak jam tangan,
Terimalah
sekalipun kamu tak suka, barangkali seseorang membeli jam tangan itu dengan mengorbankan
segala yang ia punya
Kepada siapapun
yang pernah menemukan jam tangan yang hilang,
Carilah pemiliknya
sekalipun itu sama sekali bukan urusanmu, barangkali jam tangan itu
satu-satunya harta berharga pemiliknya
Kepada siapapun
yang membaca cerita ini,
Pandangilah jam
tanganmu yang sudah usang, barangkali sesekali ia meronta minta dibersihkan
disela-sela kesunyian malam