Rabu, 28 Februari 2018

Ungkapan dan Makna

Cinta itu abstrak. Cinta itu tak tampak, tapi ia bisa menjelma, menjadi apa saja
Kenangan, angan-angan, selamanya tersimpan, tak lekang oleh zaman.

Aku punya teman kuliah, inisialnya A. Aku pertama kali bertemu dengannya ketika selepas solat Dzuhur di Masjid Salman. Satu hal pada dirinya yang menarik perhatianku adalah jam tangan yang dikenakan di pergelangan tangan kirinya. Berbandul bulat mungil berwarna keemasan dengan stripe kulit berwarna cokelat nan elegan. Jam tangan itu sangat pas dengan kepribadiannya yang anggun dan santun. Sempat aku meminjam jam itu kemudian mencobanya di pergelangan tangan kiriku, bagus sekali. Aku pun menyukainya.
Belum lama ini, aku dan A mengikuti suatu kegiatan di Kampus Ganesha hingga larut sore. Jam itu dipakai olehnya, seperti biasanya. Ketika langit semakin gelap dan waktu hampir menunjukkan pukul enam, kami memutuskan menunggu adzan Maghrib di Masjid Salman. Ketika adzan berkumandang, kami bergegas wudhu dan menempati saf yang masih kosong. Ketika A meletakkan tasnya di samping tasku, dia baru ingat bahwa jam tangannya tertinggal di tempat wudhu. Buru-buru dia kembali ke tempat wudhu untuk mengambilnya. Padahal belum sampai lima menit dia pergi dari tempat itu, jam tangannya sudah tidak ada di tempat dia meletakannya. Aku menyarankannya untuk mencari lagi, dan ternyata memang tidak ada. Anehnya, di samping tempat A meletakkan kacamatanya, ada kacamata yang tertinggal dan belum juga diambil oleh pemiliknya, dan kacamata itu masih di sana. Sementara jam tangan A? Entah sudah dimana.
Seusai solat, kami memutuskan untuk pergi ke kantor barang hilang dekat kantin masjid. Kami memeriksa setiap barang dalam lemari kaca. Begitu banyak jam tangan yang tertinggal tersimpan di sana. Ada juga beberapa jam yang mirip dengan jam tangannya, namun tidak ada jam tangan miliknya di sana. Ternyata, barang yang baru saja hilang belum dimasukkan ke dalam lemari dan masih didata oleh petugas kantor, karena itu barang-barang yang baru saja hilang masih ada di atas meja. Sayangnya, jam tangan yang kami cari tidak ada diantara barang-barang yang kehilangan pemiliknya itu. Jam tangan A benar-benar hilang!
A bingung, dia masih tidak percaya jam tangannya hilang begitu saja. Kenapa harus jam tangannya, begitu pikirnya. Karena penasaran, akhirnya aku bertanya, berapa harga jam tangan itu karena sepertinya begitu berat baginya kehilangan benda mungil itu. “Bukan masalah harganya, Sih,” ucapnya. “Tapi historinya.” Dia bercerita bahwa kakak laki-laki satu-satunya waktu itu mendapatkan kesempatan training di Jepang. Dari situ kakaknya mendapatkan uang bonus yang kemudian digunakan untuk membeli jam tangan yang sangat berharga itu. Aku meng-oh. Beberapa kali A memang pernah menceritakan tentang kakaknya. Sebagian besar tentang bagaimana mereka tidak pernah akur karena kepribadian mereka yang sangat bertolak belakang. Meskipun begitu, aku selalu berpikir bahwa kakaknya pastilah orang yang sangat baik dan begitu sayang kepada adik perempuan satu-satunya, dan ternyata memang benar adanya. Sebuah cerita yang sangat manis dan romantis, menurutku. Pantas saja A benar-benar tidak bisa dengan mudah merelakan jam tangannya. Aku menyarankan padanya untuk kembali lagi ke kantor barang hilang besok, siapa tau ada seseorang yang menemukan jam tangannya dan karena tidak tau harus dikemanakan akhirnya dibawa pergi. Ya, selalu ada banyak kemungkinan. Dan tidak ada salahnya juga terus mencoba.
**
Beberapa hari sejak kejadian itu, aku dan A, juga beberapa teman yang lain makan siang di kantin sembari menunggu jam mata kuliah selanjutnya. Dia duduk di sampingku dan seperti menyembunyikan sesuatu di dalam tasnya. Beberapa hari sebelumnya dia menceritakan padaku bahwa dia tetap tidak menemukan jam tangannya dan dia mengatakan pergelangan tangannya terasa sangat aneh karena biasanya jam tangan mungil itu ada di sana, dan sekarang tidak.
Ketika teman-teman yang lain sibuk dengan makan siang mereka, aku yang hanya memesan beberapa potong buah menyadari gerak geriknya. Sebuah kotak yang cukup besar, dibungkus rapi dan sepertinya baru saja diantarkan pak pos pagi ini. A sadar aku memperhatikannya, tapi dia tetap membuka kotak itu diam-diam. Sebuah kotak jam, berisi jam digital berbandul kotak dengan stripe biru muda. Satu per satu temanku yang lain mulai sadar dengan keanehan itu.
Awalnya kupikir jam tangan itu dari kakaknya, kupikir dia menceritakan kehilangan itu dan kakaknya membelikannya jam baru. “Tidak lah, bahaya kalau dia sampai tau jam tangan itu hilang,” ujarnya. Setelah didesak oleh kami untuk menceritakan darimana jam tangan itu akhirnya A mau cerita.
Sejak kehilangan itu, A ngechat temannya di Surabaya bahwa dia menginginkan sesuatu kemudian mengirimkan foto jam tangan yang kini menghiasi pergelangan tangan kirinya. A pun tidak percaya bahwa temannya itu akan benar-benar membelikannya jam tangan yang diinginkannya dan mengirimnya jauh-jauh ke Bandung.
Jam tangan, benda mungil yang menyimpan sesuatu yang besar. Cinta, sejarah, kenangan, dan harapan. Ada orang yang mengungkapkan cintanya dengan sekotak jam tangan, ada yang memberi sekotak jam tangan sebagai hadiah perpisahan dengan harapan akan bertemu lagi, ada yang bertahun-tahun menyimpan jam tangan yang sudah rusak demi menjaga histori yang tersimpan di dalamnya, dan ada pula yang memberi sekotak jam tangan kepada orang terkasih dengan harapan akan selalu dikenang. Tidak perlu dicintai, dikenang saja sudah cukup.

Kepada siapapun yang pernah mendapat hadiah sekotak jam tangan,
Terimalah sekalipun kamu tak suka, barangkali seseorang membeli jam tangan itu dengan mengorbankan segala yang ia punya

Kepada siapapun yang pernah menemukan jam tangan yang hilang,
Carilah pemiliknya sekalipun itu sama sekali bukan urusanmu, barangkali jam tangan itu satu-satunya harta berharga pemiliknya

Kepada siapapun yang membaca cerita ini,
Pandangilah jam tanganmu yang sudah usang, barangkali sesekali ia meronta minta dibersihkan disela-sela kesunyian malam


Share:

0 komentar:

Posting Komentar